Proyeksi Kebutuhan Lahan Pertanian dan Permukiman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2032
Lahan merupakan sumberdaya alam yang penting bagi kelangsungan
hidup manusia sebagai tempat kegiatan hidupnya. Kebutuhan ini dari waktu ke
waktu semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
perkembangan kegiatannya. Sementara itu ruang sebagai wadah kegiatan secara
fisik memiliki luasan yang relatif tetap, tidak bertambah. Oleh karena itu,
penyeimbangan antara ruang dan kegiatan manusia perlu difikirkan dengan baik
agar tidak terjadi ketimpangan.
Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar,
setiap tahun terjadi penambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk baik yang
bersifat alami maupun migrasi merupakan salah satu penyebab meningkatnya
kebutuhan ruang. Meningkatnya jumlah penduduk membawa pengaruh terhadap
meningkatkan kebutuhan akan permukiman, fasilitas jalan, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan dan fasilitas pelayanan umum lainnya. Peningkatan
kebutuhkan ini memerlukan ruang sebagai wadah penampungan elemen-elemen baru
tersebut. Oleh karena lahan yang tersedia terbatas dan kebutuhan meningkat maka
yang terjadi adalah konflik dalam penggunaan lahan. Pada umumnya akhir dari
konflik itu adalah adanya penggunaan lahan yang direncanakan tidak memenuhi
ruang yang semestinya.
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai luas 3.142,5 km2. Secara administratif Daerah Istimewa Yogyakarta
terdiri atas 5 Daerah Tingkat II yaitu 4 kabupaten dan 1 kotamadya yaitu Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten
Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Gunungkidul. Penduduk propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta berjumlah 2.488.544 jiwa pada tahun 1971 dan pada tahun 1980
tercatat 2.750.813 jiwa dan pada tahun 2010 tercatat 3.457.491 jiwa (BPS,
2010). Daerah Yogyakarta
mempunyai potensi lahan untuk pertanian 23%,
perkebunan 39,73%, tanaman keras 27%, dan kawasan lindung 5,2% dan 5,07% untuk
keperluan lainnya. Pola penggunaan tanah pada saat sekarang adalah sebagai
berikut: hutan sekitar 4,78%, sawah sekitar 21%, ladang sekitar 34,0%,
pekarangan sekitar 0,035%, perkebunan 4,35% dan sisanya untuk penggunaan
lainnya serta 0.001% belum digunakan.
Di bidang pangan Daerah Istimewa Yogyakarta telah dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri akan tetapi lahan pertanian yang tersedia di daerah untuk
pertanian cenderung tergeser guna keperluan permukiman penduduk dan industri
(hampir 100 hektar setiap tahun). Sedangkan pemilikan tanah rata-rata hanyalah
0,5 hektar per petani. Dengan demikian apabila tidak diikuti dengan
kebijaksanaan yang tepat maka lahan pertanian akan terus berkurang sedangkan
usaha mempertahankan swasembada pangan akan terganggu. Oleh karena itu
diperlukan adanya analisis guna untuk memprediksi kebutuhan lahan pertanian dan
kebutuhan lahan permukiman untuk 20 tahun yang akan datang di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
Hasil proyeksi diperoleh dari perhitungan statistik dengan
menggunakan Microsoft Excell 2009 tentang proyeksi penduduk di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yakni tingkat pertumbuhan penduduk sampai tahun 2032
mengalami fluktuasi, selain itu penetapan jumlah penduduk tahun proyeksi dilihat
dari tingkat pertumbuhan penduduk tahun 2010 sebagai tahun dasar proyeksi.
Setelah diproyeksikan tercatat bahwa pada tahun 2012 penduduk
Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 3.531.112 jiwa dan setelah diproyeksikan
selama 20 tahun yakni pada tahun 2032 tercatat 4.425.277 jiwa, yang artinya
bahwa ada pertambahan jumlah penduduk sebesar 894.165 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk yang
relatif besar ini tentunya akan menimbulkan berbagai dampak pada Daerah
Istimewa Yogyakarta yang diantaranya adalah kebutuhan lahan permukiman akan
meningkat, kebutuhan lahan pertanian pangan juga meningkat, dan masih banyak
lagi permasalahan-permasalahan lain yang sifatnya urgent.
Peningkatan pertumbuhan penduduk tersebut dinilai tidak seimbang
dimana kota Yogyakarta kenaikan penduduknya malah menurun dibandingkan dengan
kabupaten Sleman, Bantul, Kulonprogo, dan Gunungkidul yang mana keempat
kabupaten tersebut masing mengalami peningkatan yang signifikan.
Proyeksi Kebutuhan Lahan Pertanian dan Permukiman
Mengingat pentingnya akan kebutuhan pertanian pangan di Daerah
Istimewa Yogyakarta selama 20 tahun yang akan datang maka perlu diproyeksikan
guna untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan pangan yang dibutuhkan. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan-kebijakan bagi pemerintah untuk
menciptakan kebutuhan lahan pertanian yang berkelanjutan.
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi kebutuhan lahan pertanian,
terbukti untuk kebutuhan lahan pertanian di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada tahun 2012 adalah 81.994,892094 ha sedangkan setelah diproyeksikan selama
20 tahun yakni pada tahun 2032 menjadi sebesar 102.728,341469 ha yang artinya
bahwa ada peningkatan kebutuhan lahan pertanian pangan di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sebesar 20.733,449375 ha. Jumlah kebutuhan tersebut dinilai
cukup besar adanya sehingga diperlukan upaya evaluasi Perda No. 2 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Adapun kebutuhan lahan permukiman di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sudah dihitung dengan analisis statistik dengan bantuan program
microsoft exel dengan mengacu pada Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 dimana
hasil analisis tersebut dapat dijelaskan bahwa luas wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta 3.142,5 km2 dengan luas wilayah ruang terbuka
hijau (RTH) adalah 955,74 dan luan wilayah non-RTH 318,58. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa untuk kebutuhan lahan permukiman untuk saat ini masih bisa
terpenuhi mengingat luas wilayah untuk non-RTH sebesar 318,58, akan tetapi
untuk 20 tahun mendatang yakni tahun 2032 akan banyak menyita lahan RTH karena
mengingat setelah penduduk diproyeksikan menghasilkan peningkatan jumlah
penduduk yang sangat signifikan.
Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010 Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tentang Rencana Tata Ruang secara jelas kurang sesuai dengan apa
yang telah diproyeksikan karena kebutuhan lahan permukiman akan menjadi
bertambah sedangkan Perda tersebut belum dapat merealisasikan dengan jelas
penataan ruang didaerah mana yang akan menjadi fokus perhatian mengingat
pertumbuhan penduduk yang bertambah banyak. Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dengan
produktivitas pertanian karena pengurangan lahan pertanian yang intensif
berdampak pada penurunan produk pertanian padahal pertumbuhan penduduk hasil
proyeksi terus meningkat. Hal ini perlu dipertimbangkan sejak dini guna
mencapai produktivitas pertanian yang berkelanjutan.
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa lahan dengan kemiringan lereng
terjal dan rentan terhadap bencana alam tidak boleh dijadikan sebagai kawasan
permukiman. Pada kenyataannya di Kota Yogyakarta di sepanjang bantaran sungai
code banyak terdapat permukiman yang rawan terhadap bencana banjir lahar
dingin. Dari hasil perhitungan statistik dapat dideskripsikan bahwa kebutuhan
lahan permukiman pada tahun 2032 mendatang akan semakin bertambah baik di
Kabupaten maupun di Kota sehingga diperlukan adanya pertimbangan dari
pemerintah untuk memikirkan permasalahan ini.
2 komentar:
ttg DIY yang terdiri dari 5 daerah otonom dimana lokasi yang masih mampu menampung kebutuhan penduduk dalam hal lahan pertanian dan permukiman? ada luasan yang diprediksi namun dimana luas lahan itu berada? ttg RTH mengacu regulasi yg anda kutip bahwa luas RTH minimal adalah 30% dari luas wilayah administrasi atau 30% dari luas lahan terbangun??
terimaksih pak atas masukannya, nanti saya revisi lagi :)
Post a Comment