Revitalisasi Kurikulum Pendidikan
Seringnya pergantian kurikulum dinegeri ini dalam kurun
waktu dua dekade mulai dari Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan suatu upaya
pemerintah untuk memajukan sistem pendidikan nasional. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud) belum lama ini, membuka wacana mengenai akan
dicanangkannya perubahan kurikulum pendidikan nasional dan rencana
implementasinya pada tahun ajaran 2013/2014 dengan dalih eksistensi sistem
pendidikan saat ini, dinilai membosankan dan memberatkan siswa dan guru (Suara
Merdeka, 29/9/2012).
Secara konseptual, esensi yang terkandung dalam setiap
kurikulum diatas sangat efektif dan efisien untuk meningkatkan sistem pendidikan
dinegeri ini, namun dalam praktiknya guru sebagai pelaksana pendidikan kurang
responsif dengan perubahan tersebut dan merasa gerah dengan tingginya
intensitas perubahan kurikulum. Nampak jelas dari metode pembelajaran yang
diaplikasikan oleh kebanyakan guru yakni masih bersifat konvensional. Malahan
ada stigma yang mengatakan, semakin seringnya pergantian kurikulum, semakin memusingkan
pelaksana pendidikan.
Dinamika Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan memang selalu dinamis sesuai dengan
tuntunan perkembangan zaman. Apalagi sekarang teknologi informasi sudah berkembang
pesat, paling tidak, pelaksana pendidikan dapat memanfaatkan teknologi
informasi tersebut sebagai sumber belajar maupun media pembelajaran. Namun,
yang menjadi permasalahan mendasar adalah siswa di negeri ini sangat beranekaragam
etnis, strata sosial, kondisi ekonomi, serta tingkat intelektualitas siswa juga
berbeda. Begitu juga dengan sekolah, fasilitas dan tenaga pengajar juga
bervariasi menurut kondisi daerahnya. Didaerah urban, fasilitas pendidikan
cenderung komplit dan tenaga pengajar relatif proporsional dan sebagian besar
berkompeten terhadap mata pelajaran yang diampu, akan tetapi didaerah pelosok
kondisinya akan berbanding terbalik dengan didaerah urban.
Fakta tersebut nampak jelas dari eksistensi program 3T yang
dirilis pada tahun 2011 oleh pemerintah berkolaborasi dengan beberapa
universitas yang berbasis IKIP dengan merekrut tenaga pendidik (fresh
graduate) Pulau Jawa untuk diterjunkan keberbagai sekolah di daerah NTT, Aceh,
dll yang masih kekurangan tenaga pendidik. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga
pendidik didaerah-daerah tersebut sangat minim dan tidak proporsional. Kalau
dinalar, tenaga pendidik saja kekurangan, bagaimana dengan fasilitas
sekolahnya? mungkin kondisinya lebih memprihatinkan.
Tujuan Pendidikan Nasional
Rencana goal utama kurikulum yang baru ini lebih diarahkan
ke tematik, dimana diharapkan dapat mengembangkan tiga kompetensi penting,
yakni perilaku, keterampilan, dan pengetahuan; selain itu, pendidikan karakter
akan lebih ditekankan pada jenjang pendidikan dasar, dan konsekuensi dari
manifestasi kurikulum baru, jumlah mata pelajaran akan berkurang dan pola
pengajarannya akan semakin mudah (Suara Merdeka, 29/9/2012). Sayogyanya, tujuan
tersebut tidak hanya tertulis dalam kertas saja, akan tetapi butuh implementasi
yang riil. Gencarnya bentrok para pelajar baru-baru ini, pendidikan
karakter/moral sebaiknya diterapkan ke semua jenjang pendidikan, sehingga
diharapkan mampu meredam tindak kriminalitas pelajar.
Tujuan pendidikan
nasional seperti yang
termaktub dalam Undang Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Hal ini jelas, selain tiga kompetensi yang menjadi
tujuan dari kurikulum baru tersebut, tak ketinggalan bahwa pendidikan moral
juga sangat penting untuk diimplementasikan, tidak hanya ditingkat sekolah
dasar saja, tetapi juga ditingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi juga
perlu diterapkan.
Kalau ditinjau secara mendasar, sebenarnya tujuan pendidikan yang hendak dicapai pemerintah
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu pemerintah sejak orde baru telah
mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan
bunyi UUD
1945 pasal
31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat
pengajaran”. Sehingga pemerintah perlu menyadari bunyi dan isi pasal ayat
Undang-Undang Dasar tersebut, yang mana setiap siswa di berbagai daerah berhak mendapatkan pengajaran yang
sama dan fasilitas pindidikan juga harus sama.
Rekomendasi
Perubahan kurikulum tidak semudah membalik kedua telapak
tangan, namun perlu pemikiran yang logis dan komprehensif sesuai dengan kondisi
riil yang ada, dimana selain berbagai dampak yang akan ditimbulkan, dirasa akan
pemborosan APBN. Justru dengan pergantian kurikulum baru, dimungkinkan akan
menambah permasalahan baru bagi guru dan siswa, walaupun cita-cita yang
diharapkan akan mempermudah pola pengajaran dan jumlah mata pelajaran akan
berkurang. Hal ini akan berakibat fatal seandainya pemerintah terlalu
tergesa-gesa untuk melakukan transformasi kurikulum.
Pemajuan sistem pendidikan alangkah baiknya dimulai dari
mendorong keberhasilan kinerja guru dengan meningkatkan kesejahteraannya.
Bagaimana guru akan mengajar dan mendidik secara maksimal, kalau
kesejahteraannya saja tidak memadai? Masih banyak guru-guru yang ekonominya
berada pada golongan menengah kebawah dinegeri ini, sehingga perlu diberi
apresiasi yang tinggi akan komitmennya sebagai tenaga pendidik dan atas
pengabdiannya kepada negeri ini untuk memerangi kebodohan.
Peran guru sangat penting dalam peningkatan prestasi belajar
siswa, eksistensinya sejauh ini masih dipandang sebelah mata. Walaupun sudah
mulai dicanangkannya program sertifikasi, namun, kesejahteraan guru honorer
masih belum maksimal, karena masih banyak guru yang nyambi pekerjaan lain guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Seharusnya guru diberi apresiasi yang tinggi,
bukan malah dikesampingkan. Jelas, dari wacana perubahan kurikulum akan
menambah beban guru.
Perlunya peningkatan
bantuan dana dari pemerintah untuk dialokasikan ke sekolah-sekolah yang belum mempunyai
fasilitas sumber belajar dan media pembelajaran yang lengkap, guna
memperlengkap dan menambah fasilitas yang ada. Dengan fasilitas yang komplit,
sumber belajar dan media pembelajaran akan menunjang perolehan hasil belajar
siswa, diharapkan kegiatan belajar mengajar dikelas akan berlangsung secara
kondusif. Misalnya dengan pemanfaatan teknologi informasi sebagai media
pembelajaran, sedikit banyak, akan memberikan kontribusi terhadap generalisasi
informasi yang disampaikan oleh guru, dan akan mengurangi verbalisme siswa.
Sumber: Sahabat Geografi
Sumber: Sahabat Geografi
4 komentar:
Artikel yang manteb abis. Semoga kurikulum yang akan datang lebih baik sehingga kualitas pendidikan di Indonesia semakin baik dan moral penerus bangsa tidak seperti bangsa bar-bar,,,. Karena hasil kurikulum tidak bisa dinikmati langsung, tetapi hasilnya bisa dilihat 5-10 tahun ke depan. Salam kenal dari saya om. Makasih Follownya di Masyonow.com. Sekalian Follow balik nich.
Sebenarnya artikel ini sudah saya kirim ke beberapa media massa, namun tidak dimuat, jadi saya publikasikan saja disini. Hehehehe :)
Saya juga berharap kurikulum 2013 ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia, baik kuantitas maupun kualitas pendidikan. Namun, semua itu tergantung guru, karena mereka yang mengimplementasikan kurikulum tersebut, sedangkan siswa hanya menjadi obyek pendidikan.
Terimaksih sudah mengunjungi blog saya mas, salam kenal juga ya :)
Pendidikan salah satu bidang yang mendapat perhatian 'lebih' dari pemerintah dalam pembangunan ini selain kesehatan, pertanian, infrastruktur, penanggulangan kemiskinan dan sebagainya. Ada dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan, sertifikasi guru, dan sebagainya. Sekarang kehidupan guru lebih makmur dibanding dulu ketika belum ada sertifikasi. Tentu ada juga yang belum mendapat tunjangan sertifikasi disamping mereka yang masih honorer.
Tujuan pendidikan nasional memang bagus dan mulia namun dalam prakteknya banyak sekolah yang lebih mengedepankan untuk meningkatkan 'kepandaian/kecerdasan' siswanya dari pada budi pekerti/akhlak yang luhur. Tentu banyak sekolah/orang tua/wali murid yang bangga mempunyai siswa/anak yang pandai/berprestasi, tetapi adakah orang tua/wali murid yang bangga anaknya berbudi luhur?
Artikel yang menarik dan bermanfaat membuka wawasan kita tentang dunia pendidikan. Salam cemerlang.
Betul sekali itu pak, kini kesejahteraan guru lebih baik dan memadai dibandingkan sebelum adanya program sertifikasi guru. Namun, untuk menyandang sertifikasi itu tidak mudah karena ada beragam syarat dan test yang harus dipenuhi. Tak heran jika tidak sedikit juga guru yang belum bersertifikasi. Ini yang mustinya harus diperhatikan oleh pemerintah.
Sejak dulu memang kurikulum yang diimplementasikan lebih banyak menekankan pada aspek kognitif saja pak. Padahal sebenarnya aspek yang paling penting adalah aspek afektif. Memang benar sekolah adalah tempat untuk mencari ilmu. Namun, alangkah baiknya apabila pendidikan karakter juga perlu dan penting untuk diajarkan juga. Mengingat masih banyak siswa-siswi yang belum mempunyai moral yang baik.
Terimakasih banyak Pak Herdoni sudah berkenan berkunjung dan memberikan respon terhadap artikel saya. :)
Post a Comment